PENGARUH
KUALITAS AIR TERHADAP BUDIDAYA UDANG VANNAMIE UNTUK MENGHINDARI WHITE SPOT
SYNDROME VIRUS (WSSV)
Disusun
oleh :
BIMA
FAJAR AMUKTI
26010216130086
KELAS
B
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN
AKUAKULTUR
2016
PENGARUH
KUALITAS AIR TERHADAP BUDIDAYA UDANG VANNAMIE UNTUK MENGHINDARI WHITE SPOT
SYNDROME VIRUS (WSSV)
Oleh : Bima Fajar
Amukti
1.
Pendahuluan
Udang
adalah binatang yang hidup di air, udang yang kali ini akan di bahas adalah
udang yang hidup di air payau. Udang mengalami beberapa fase di hidupnya. Udang
dewasa bertelur lalu menghasilkan nauplius, nauplius berubah menjadi zoea
kemudian menjadi myses, setelah melewati 3 fase tersebut post larva menjadi
urutan setelah myses. Benih udang yang sudah bisa di perdagangkan biasa disebut
benur, kemudian setelah itu para petambak biasa memelihara hingga siap panen
untuk di jual maupun di konsumsi. Pemeliharaan udang sendiri membutuhkan
ketekunan, kesabaran, dan juga keberanian untuk mengambil resiko. Pemeliharaan
udang di Indonesia sebenarnya memiliki peluang yang sangat besar karena seperti
yang kita ketahui Indonesia adalah negara maritim, wilayah perairan Indonesia
yang sangat luas sangat mendukung kemajuan negara di bidang perikanan khususnya
budidaya (Yukio et al., 2007:1).
Indonesia memiliki potensi perairan
budidaya yang cukup besar. Potensi ini meliputi budidaya ikan di perairan
tawar, payau dan laut. Selain itu, kebutuhan konsumsi udang pun akan terus
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan makin sadarnya
konsumen untuk mengkonsumsi udang. Pemenuhan kebutuhan konsumsi udang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah intensifikasi
pembudidayaan udang . Akan tetapi, intensifikasi akuakultur di banyak negara
ini telah mendorong kejadian penyebaran berbagai penyakit dengan relatif cepat.
Penyakit adalah salah satu dari faktor penghalang untuk dapat mendukung
produksi komoditas perikanan, terutama selama tahap pemeliharaan larva dan
benih dari organisme budidaya.
Salah
satu jenis budidaya perikanan yang dikembangkan di Indonesia adalah udang
vannamei. Udang vannamei merupakan udang introduksi yang berasal dari Pantai
Pasifik Barat Amerika Latin. Permasalahan yang muncul dari budidaya udang ini
adalah penyakit bintik putih atau yang dikenal dengan White Spot Syndrome Virus
(WSSV). Kejangkitan virus penyakit ini menyebabkan produktivitas udang menjadi
menurun dan terlihat gejala klinis berupa usus tampak kosong, tubuh pucat, dan
munculnya bercak-bercak putih (Zulpikar et al., 2016:2).
Tingkat
patogenitas dari virus ini relatif tinggi dengan mortalitas mencapai 100% yang
merupakan penghambat utama kegagalan udang di Asia dan Amerika. Virus menyebar
ke seluruh tambak dalam waktu 2-7 hari. Penyebaran WSSV dapat ditularkan
melalui kontak fisik dan pakan alami seperti artemia, udang rebon, dan kepiting
2. Permasalahan
Adapun
2 permasalahan yang akan dibahas yaitu adalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana Kualitas Air yang baik untuk
Budidaya udang Vannamei ?
b.
Bagaimana cara menghindari White Spot
Syndrome Virus (WSSV) pada udang ?
3. Pembahasan
Masalah
Berdasarkan
permasalahan diatas, maka akan dibahas sebagai berikut :
a.
Kualitas
Air yang baik untuk Budidaya udang Vannamei
Pertumbuhan udang optimal terjadi pada
kisaran suhu 25-30 C, serta berakibat kematian pada suhu di atas 35 C. Suhu air
media selama percobaan berkisar antara 26-28 C dengan fluktuasi yang tidak mengganggu
kehidupan udang uji. Penurunan suhu air media disebabkan oleh menurunnya suhu
ruang, sedangkan peningkatannya disebabkan oleh meningkatnya suhu ruang dan
hasil metabolisme udang yang berupa panas (Budiardi et al., 2005:91).
Nilai salinitas air yang digunakan
dalam percobaan berkisar antara 37–40 ppt. Penurunan dan kenaikkan salinitas
sebesar 4 ppt dapat menyebabkan udang stres dan ganti kulit. Proses penyerapan
oksigen dari air media ke dalam tubuh udang dipengaruhi antara lain oleh
salinitas. Peningkatan salinitas akan meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk
osmoregulasi sehingga laju metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat. Selama
percobaan tidak terjadi perubahan salinitas air di setiap perlakuan karena air
berada dalam wadah tertutup sehingga tidak ada penguapan.
Meningkatnya suhu pada umumnya
disertai dengan meningkatnya laju metabolisme yang berarti meningkatnya
permintaan oksigen oleh jaringan. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan 10
C menyebabkan meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua
sampai tiga kali lipat.
Fluktuasi kualitas air seperti suhu,
salinitas, pH, dan oksigen terlarut yang terjadi selama percobaan berlangsung
tidak membahayakan kehidupan udang uji. Perubahan parameter kualitas air dari
tambak ke media percobaan tidak mengakibatkan udang sters karena kualitas air
pada media percobaan berada dalam kisaran kualitas air tambak.
Menurut Anonimous (2009:14) bahwa
ditambak intensif atau super intensif dalam upaya pembentukan flok tidak perlu
lagi ditambahkan sumber karbohidrat, karena C karbohidrat dari pakan sudah
cukup tinggi (58 – 60%), kecuali kalau mau mempercepat proses pembentukan flok
di tambak, maka diperlukan penambahan sumber C karbohidrat.
Bakteri heterotrof dalam air tambak
akan berkembang pesat apabila di air tambak ditambahkan sumber C karbohidrat
yang langsung dapat dimanfaatkan, misalnya sukrose, mollase, tepung tapioka,
selanjutnya bakteri tersebut akan menggunakan N anorganik terutama amonia dalam
air dan disintesa menjadi protein bakteri dan juga sel tunggal protein yang
dapat digunakan sebagai sumber pakan bagi udang atau ikan yang dipelihara
b.
Cara
Menghindari White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang
White
Spot Syndrome (WSS) adalah penyakit yang secara signifikan menyebabkan
tingginya mortalitas dan kerusakan parah pada budidaya udang. White Spot
Syndrome Virus (WSSV) telah menjadi salah satu masalah utama penyakit dalam
budidaya udang di seluruh dunia. Beberapa penyakit viral yang menjadi penyebab
utama kegagalan budidaya udang vannamei adalah white spot disease yang
disebabkan oleh white spot syndrome virus (WSSV).
Faktor
lingkungan ini mengakibatkan produksi antibodi berkurang sehingga imunitas atau
kekebalan tubuh udang vannamei terhadap serangan penyakit menjadi berkurang
(Soetomo, 2000:122). Perubahan salinitas lebih besar dari 4 ppt dalam waktu
satu jam dapat menyebabkan replikasi WSSV yang cepat dan penurunan resistensi
terhadap penyakit.
Salinitas
berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media
internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan
tekanan osmotik, dimana semakin rendah salinitas maka akan semakin rendah
tekanan osmotiknya. Setiap spesies biota air memiliki kisaran nilai salinitas
yang optimum untuk hidup, bila kondisinya berada diluar kisaran tersebut dapat
beakibat stress, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi, bahkan mengakibatkan
kematian
-> Faktor Pemicu WSSV
1. Kurang DO
Kadar O2 rendah
2. Kualitas air
Penurunan kualitas air plankton
pekat, plankton mati masal dan berbusa) dapat mempengaruhi daya tahan udang
sehingga berpotensi terserang virus/penyakit.
3. Salinitas dan Suhu
Perubahan salinitas dan fluktuasi
suhu. Dan atau curah hujan tinggi fluktuasi ph harian, salinitas, dan rawan
kontaminasi bercampurnya air outlut-inlet tambak.
-> Potensi & Solusi pencegahan WSSV
1. Benur bebas
virus IMNV (SPF) dari hatchery yang bersertifikat.
2. Shipon rutin untuk mencegah kanibalisme.(udang
lemah/mati di desinfeksi kemudian dikubur atau dibakar)
3. Cegah
kontaminasi silan dengan menerpkan Bio security sejak awal budidaya. Jaga
ketinggian air supply kanal lebih tinggi dan sub outlet lebih rendah dari air
tambak untuk menghindari back flow.
4.
Kesimpulan
Kualitas air
yang baik untuk budidaya udang vannamei adalah dengan kandungan oksigen yang
cukup sehingga udang dapat bernafas dengan baik, biasanya untuk membantu
menambah kadar oksigen digunakan kincir air. Selain itu ada pH, ph yang tepat
untuk budidaya udang berkisar antara 6,5 – 8 (netral). Salinitas yang baik
adalah 20 – 30 ppt. Kecerahan air juga harus di perhatikan yaitu dengan adanya
plankton didalam air sebagai pakan alami bagi budidaya udang. Untuk bisa
mengatur kecerahan air perlu di atur ketinggian air untuk budidaya, ketinggian
air yang baik untuk budidaya adalah 70 – 120 cm. Suhu menjadi parameter
terakhir pembahasan kali ini yaitu dengan mengatur suhu 25 – 31°
C.
Cara menghindari White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada
udang sendiri adalah dengan mengatur kualitas air diatas, lalu perlu juga untuk
di sipon karena penyakit ini juga di timbulkan dari dasar tambak yang kotor.
Selain itu penting juga memilih bibit atau benur udang yang kualitasnya
terpercaya atau bersertifikasi. Udang harus selalu di beri pakan dalam jumlah
yang pas supaya sisa makanan tidak mengendap di dasar dan berubah menjadi
amonia, karena amonia ini sangat berbahaya bagi kesehatan udang. Kualitas air
yang di jaga dengan baik juga dapat meminimalisir timbulnya penyakit ini.
5.
Daftar Pustaka
Anonimous,
2009. Konsep budidaya udang sistem
bakteri heterotroph dengan
bioflocs.
AIYU Shirotabiota Indonesia. Biotechnology
Consulting & Trading. Komplek Sapta Taruna PU, Blok B1 No. 13 Bandung,
Jawa Barat, Indonesia. 14 hlm.
Soetomo,
M. H. A. 2000. Teknik budidaya udang
windu. Sinar Baru Algensindo.
Bandung.
T.
Budiardi, T. Batara dan D. Wahjuningrum. 2005. Tingkat Konsumsi Oksigen
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Dan Model
Pengelolaan Oksigen Pada Tambak Intensif. Akuakultur Indonesia. 4(1) : 89 – 96
Yukio,
M., Leobert d. De la peña, Erlinda R. Cruz-lacierda. 2007. Susceptibility
of fish species cultured in mangrove, southeast
asian fisheries development center (SEAFDEC) (Tigbauan 5021, Iloilo,
Philippines).
Zulpikar,
T. R. Ferasyi dan Sugito. 2016. Analisis
pengaruh faktor kualitas air
terhadap
resiko penyakit white spot syndrome
virus (wssv) pada udang vannamei ( L itopenaeus vannamei ) di Kecamatan Peudada
Kabupaten Bireuen. Depik.
5(1) : 1 – 6